Thursday, July 17, 2008

BUMN News

Privatisasi Industri Strategis di Indonesia

( Studi Kasus pada PT. Krakatau Steel )

Semakin tingginya harga BBM di pasar dunia ternyata tidak hanya berdampak kepada sektor mikro, namun juga sektor makro. Terutama bagi Pemerintah Republik Indonesia, dampak ini telah menyebabkan defisit pada angaran belanja negara yang banyak terserap untuk membiayai subsidi BBM.

Defisit anggaran tersebut diatasi oleh pemerintah melalui berbagai macam cara, salah satunya privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN. Dan sampai dengan saat ini telah ada 37 BUMN yang diprivatisasi, termasuk produsen baja terbesar di Indonesia PT. Krakatau Steel yang rencananya paling lambat awal tahun 2009 nanti pemerintah sudah melepas maksimal 40% kepemilikannya pada perusahaan baja nomer wakhid tersebut.

Pro kontra seputar rencana privatisasi PT. KS, dengan menggunakan Initial Public Offerings (IPO) atau strategic sales (SS), muncul dari para stakeholders. Beberapa menteri terkait, seperti Menteri BUMN dan Perindustrian, menginginkan agar privatisasi PT. KS dilakukan dengan menggunakan mekanisme strategic sales atau partnership. Alasan yang melatar belakangi hal tersebut adalah kelesuan pada pasar saham saat ini. Mereka berpendapat bahwa ketika pasar saham sedang tidak bergairah, penjualan saham PT. KS sebesar 40% melalui proses IPO tidak memungkinkan untuk meraih target dana sebesar US$ 400 juta.

Kemudian, penjualan PT. KS kepada mitra yang terpilih ditujukan agar selain mendapat manfaat berupa suntikan dana investasi, diharapkan juga dapat terjadi transfer teknologi produksi, terbukanya jaringan supply bahan baku dan marketing, serta diraihnya perspektif baru dalam aktivitas manajerial.

Beberapa kalangan masyarakat dan bahkan direksi serta komisaris PT. KS berpendapat bahwa cara terbaik untuk melakukan privatisasi adalah melalui mekanisme IPO. Mereka berpendapat bahwa IPO memberikan tingkat keterbukaan informasi mengenai privatisasi yang lebih besar dibandingkan dengan mekanisme SS.

Lebih dari itu, melalui proses IPO pemerintah tetap akan menjadi pemilik mayoritas saham PT. KS. Sehingga hal tersebut memungkinkan pemerintah untuk dapat mempertahankan kendalinya atas perusahaan dan pada saat yang sama mereka juga bisa mendapatkan dana hasil penjualan saham tersebut.

Salah seorang direksi PT. KS mengatakan bahwa saat ini kinerja perusahaannya sedang dalam performa yang baik. Dana tunai per Januari 2008 sekitar Rp. 1 triliun dan kemudian per April 2008 meningkat sebesar Rp. 1,2 triliun. Fakta lain yang ada adalah nilai aset naik dari Rp. 10,26 triliun menjadi Rp. 10,48 triliun. Jumlah hutang perusahaan mengalami penurunan dari Rp. 5,47 triliun menjadi Rp. 5,06 triliun dan hal ini menyebabkan debt to equity ratio menjadi semakin diminati. Sehingga, dengan kondisi perusahaan saat ini, mereka memprediksi kesempatan PT. KS untuk mendapatkan leverage akan mencapai kisaran Rp. 11 triliun. Dana yang potensial tersedia seperti leverage, kas, dan hasil penjualan saham tersebut nantinya akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi hingga 5 juta ton / tahun melalui penggunaan teknologi berbasis batubara.

Pada Undang-undang ( UU ) no.19 tahun 2003 mengenai BUMN, Peraturan Pemerintah ( PP ) no.33 mengenai tata laksana privatisasi, dan Keputusan Presiden ( Kepres ) no.121 tahun 1999 telah diamanatkan bahwa terjadinya privatisasi diutamakan melalui mekanisme pasar modal untuk kepentingan masyarakat luas. Sehingga jika mengacu kepada sumber tertib hukum tersebut, mekanisme IPO merupakan suatu mekanisme yang lebih condong kepada kepentingan masyarakat luas. Hal ini dikarenakan PT. KS merupakan industri strategis yang menguasai hajat hidup rakyat banyak dan secara alamiah PT. KS merupakan perusahaan milik seluruh rakyat Indonesia.

Salah satu alasan terkuat yang memotivasi para regulator untuk memilih SS daripada IPO adalah mekanisme SS memungkinkan terjadinya transfer teknologi produksi dari mitra kepada PT. KS dan mekanisme tersebut diharapkan dapat mengatasi kekhawatiran regulator untuk melakukan IPO disaat kondisi bursa sedang lesu. Artinya mekanisme SS diharapkan mampu memberikan hasil penjualan saham lebih besar daripada jika PT. KS menjual saham di bursa efek.

Namun, akuisitor selalu menggunakan harga pasar saham di bursa sebagai dasar untuk menilai perusahaan yang akan diakuisisinya, selain prospek yang dimiliki perusahaan tersebut. Sehingga, lesunya pasar saham di bursa berpotensi untuk meningkatkan daya tawar mitra tersebut atas harga yang ditawarkannya dalam proses akuisisi PT. KS. Artinya, hal tersebut akan memunculkan kecenderungan akuisitor untuk memberikan penawaran dengan harga beli yang rendah.

Kemudian, mitra calon pembeli PT. KS terdiri dari 4 institusi yang semuanya merupakan institusi asing, yaitu (1) Lakhsmi Mittal - India, (2) Bluescpoe Steel, Ltd – Australia, (3) Essar, Ltd – Jepang, dan (4) Pasco Steel – South Korea. Seperti yang telah penulis jelaskan bahwa industri baja merupakan industri yang strategis. Sehingga kepemilikan asing, terutama dalam jumlah yang dominan pada industri strategis, diduga akan merugikan kepentingan nasional.

Selain itu sisi positif digunakannya mekanisme SS dalam privatisasi PT. KS adalah technology advancement. Hal tersebut secara teori adalah benar. Namun, dari keempat proposal yang diajukan oleh calon pembeli, tidak ada satupun yang dapat memberikan kontribusi berupa teknologi baru yang dapat diaplikasikan di pusat-pusat produksi PT. KS. Bahkan berdasarkan informasi di lapangan, salah satu calon pembeli masih menggunakan teknologi dari abad ke-19 di salah satu pabriknya di Luxemburg. Hal ini perlu dimaklumi karena secara umum, posisi semua calon pembeli dilihat dari sudut pandang teknologi yang digunakan adalah sama dengan PT. KS, dimana seluruh pabrikan baja di dunia merupakan pembeli teknologi dari technology owner plant builder.

Berdasarkan fakta, beberapa partnership yang dibentuk melalui mekanisme SS, ketika terjadi privatisasi, belum mampu memberikan nilai tambah. Hal ini dikarenakan investor enggan untuk memberikan tambahan dana investasinya pasca akuisisi. Sehingga perusahaan yang telah di privatisasi tersebut tidak mampu berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah direncanakan.

Lebih jauh lagi, mekanisme SS memungkinkan terjadinya perjanjian-perjanjian diluar proses transaksi, antara regulator dengan perusahaan akuisitor, serta dapat mendorong munculnya manipulasi menyangkut kesepakatan harga jual-beli suatu BUMN. Sehingga harga pasar wajar perusahaan yang diprivatisasi kemungkinan tidak dapat tercapai. Hal inilah yang dikhawatirkan jika privatisasi PT. KS menggunakan mekanisme SS.

Transparansi adalah salah satu aspek yang diharapkan oleh publik dalam proses privatisasi tersebut. Proses yang transparan dapat membentuk suatu harga atau nilai perusahaan yang fair atau wajar. Harga perusahaan yang terlalu rendah membuat investor meraih keuntungan yang secara tidak langsung dapat merugikan negara. Sedangkan harga yang terlalu tinggi disaat bursa saham di Indonesia sedang tidak bergairah akan membuat nilai yang ditawarkan oleh pemerintah menjadi tidak menarik bagi investor.

Selain menyediakan mekanisme yang transparan, IPO diduga mampu memberikan perkiraan yang wajar mengenai nilai perusahaan. Calon Emiten dapat melakukan tawar menawar dengan underwriter yang dipilihnya. Selain itu mekanisme full commitment dalam proses IPO akan mampu menjamin terjualnya seluruh saham perusahaan di pasar perdana. Meskipun bursa saham saat ini sedang lesu, dengan prospek dan kondisi keuangan perusahaan yang sangat bagus, maka masih memungkinkan bagi PT. KS untuk meraih harga jual saham yang tinggi di pasar perdana.

Kondisi dan performa perusahaan yang sehat mengisyaratkan bahwa pilihan terbaik bagi PT. KS dalam rangka privatisasi adalah dengan menggunakan mekanisme IPO. Mekanisme SS dapat ditempuh jika kondisi dan performa BUMN yang akan di privatisasi berada pada ambang kebangkrutan. Sehingga, jika saham perusahaan yang sedang collapse tersebut dijual melalui bursa, maka investor di bursa tidak akan bersedia untuk membelinya. Selain itu, Bursa Efek Indonesia ( BEI ) sebagai regulator perdagangan saham di pasar perdana pasti tidak akan memberikan ijin bagi perusahaan tersebut untuk listing. Hal ini dikarenakan secara fisik perusahaan tersebut tidak memiliki prospektus yang dapat menarik investor untuk mau menanamkan modalnya pada saham yang dijualnya ketika IPO di pasar perdana.

Bagi Direksi dan Manajemen PT. KS, penjualan perusahaan melalui mekanisme SS memiliki proses yang berbelit-belit. Hal ini dikarenakan antara Direksi / Manajemen dan perusahaan akuisitor harus sepakat dalam hal rencana kerja, visi dan kebijakan-kebijakan yang lainnya, terutama dalam hal kebijakan ketenagakerjaan.

Potensi masuknya tenaga kerja asing kedalam tubuh perusahaan dikhawatirkan akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) tenaga kerja lokal. Hal yang perlu diketahui bersama adalah bahwa industri baja tidak terlalu membutuhkan keahlian asing, karena teknologi, market, dan bahan baku baja tersedia luas dipasaran. Kondisi tersebut membuat pabrikan baja diseluruh dunia memiliki tingkat kemampuan atau keahlian yang tidak jauh berbeda. Terbukti dari produk PT. KS yang telah mampu menembus pasar internasional. Sehingga, jika privatisasi PT. KS ditempuh dengan menggunakan mekanisme SS maka dapat dipastikan kepemilikan asing, yang diikuti dengan masuknya tenaga kerja asing, dalam industri strategis akan merugikan kepentingan nasional.

Keputusan bijaksana yang seharusnya diambil oleh Pemerintah dan DPR dalam mengatasi polemik privatisasi PT. KS tersebut adalah IPO. Keputusan tersebut dirasa dapat meredam gejolak yang akan timbul di masyarakat. Selain didukung oleh semua stakeholder PT. KS, digunakannya mekanisme IPO dalam melakukan privatisasi BUMN juga telah diamanatkan dalam UU, PP dan KEPRES.

Sekian.

By : Adhitya Cahya Nugraha

No comments: