Monday, December 11, 2023

Rambut biru

Sumishi||16||Otak|Biru|Sushi & Es teh||||223|8|24|7|14|1|2|0|1|0|1|1|42|19|70|0|0|72|72|1|1|0|0|9|48|0|0|0|0|0|0|0|0|45|0|37|37|22|22|2|2|2|2|0|39|0|0|0|0|0|0|0|0|0|0|0|0|0|0|1|1|0|1|2|1|0|0|2|18|22|2|1|1|2|1|1|1|1|1|1|0|0|0|6|0|0|1|0|1|1|1|1|0|0|0|0|0|0|5|1|16|0|0|5|1|16|0|0|0|11|11|0|0|0|11|11|0|0|12|1|12|-3|0|12|1|12|3|-3|-1|9|12|6|0|0|1|1|0|0|0|1|1|0|-1|9|20|12|3|6|0|1|14|0|4|6|3|2|0|12|16|3|16|9|0|0|1|1|0|0|0|1|1|0|0|0|1|1|0|0|0|1|1|0|0|0|0|1|1|0|0|0|1|1|15|1|3|4|2|2|7|48|22|2|1|1|0|15|1|1|0|0|1|1|0|1|1|1|1|1|1|1|1|1|1|1|1|20|1|1|1|15|30|0|0|1|1|0|1|0|0|6|3|1|-4|0|20|19|0|0|0|0|0|0|0|0|0|0|1|1|1|0|0|0|0|0|0|0|0|0|0|FFF9E7|FF3F3F|8AAEFF|003274|8AAEFF|8AAEFF|003274|8AAEFF|8AAEFF|003274|8AAEFF|8AAEFF|003274|8AAEFF|8AAEFF|003274|FFFFFF|020202|8AAEFF|7B0000|7B0000|310000|7B0000|7B0000|310000|7B0000|7B0000|7B0000|7B0000|00224F|00224F|00224F|00224F|020202|020202|020202|4638FF|020202|BBD4FF|3FC4FF|020202|FFF9E7|7F7EA6|020202|8AAEFF|FF8383|8589FF|FFC2C2|020202|FF8383|7B0000|FFFFFF|FFFFFF|020202|8AAEFF|020202|020202|020202|8AAEFF|00132C|8AAEFF|020202|020202|3CFFF9|E0E1FF|020202|8ACEFF|FFFFFF|020202|FFFFFF|191919|020202|4638FF|FF3F3F|7B0000|FF3F3F|FF3F3F|7B0000|FF3F3F|FFFFFF|020202|57678C|FFFFFF|020202|57678C|FFFFFF|7B7B7B|FFFFFF|FFFFFF|7B7B7B|FFFFFF|191919|020202|B4BFCD|57678C|020202|FFFFFF|FFFFFF|020202|AAA7CB|FFFFFF|020202|AAA7CB|191919|020202|191919|191919|020202|191919|FFFFFF|020202|FFFFFF|FFFFFF|020202|FFFFFF|4638FF|020202|BCBBFF|57678C|020202|BF0000|A487FF|020202|8AAEFF|FFFFFF|020202|A487FF|FFFFFF|020202|A487FF|FF3F3F|020202|FFC2C2|B8B8B8|020202|FFFFFF|FFFFFF|020202|FFFFFF|FF3F3F|020202|191919|020202|020202|7B0000|020202|020202|7B0000|020202|020202|9F0000|020202|020202|9F0000|020202|020202|020202|FFFFFF|020202|FFFFFF|020202|020202|FFFFFF|FFFFFF|020202|020202

Monday, September 22, 2008

Economics Review

Kebijakan Industri dan Sektoral Republik Indonesia


Indonesia telah mengalami pertumbuhan perekonomian dan transformasi struktural yang sangat cepat selama 3 dekade sebelum krisis 1997-1998. Perubahan tersebut telah mampu menggeser dominasi sektor pertanian, yang digantikan oleh sektor manufaktur, dalam struktur perekonomian di Indonesia, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja maupun output yang dihasilkannya.

Pergeseran di kedua sektor tersebut merupakan arah dan kebijakan pembangunan ekonomi Pemerintah Indonesia. Terjadinya penurunan di sektor pertanian disebabkan oleh kecilnya kemungkinan sektor tersebut untuk berkembang. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa di sekitar tahun 1965 sektor pertanian merupakan andalan pendapatan pemerintah. Sehingga untuk mengatasi penurunan pendapatan tersebut pemerintah berupaya untuk menumbuhkan perekonomian negara melalui kebijakan lintas sektoral berbasis manufaktur. Hal ini disebabkan karena sektor manufaktur mampu untuk menciptakan nilai tambah atas produk-produk pertanian dasar menjadi produk-produk pertanian yang bernilai tambah.

Data BPS menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara pengekspor produk-produk pertanian dasar yang merupakan bahan baku dari industri manufaktur di negara lain, namun di sisi lain Indonesia juga merupakan negara pengimpor produk-produk pertanian yang telah mengalami proses produksi lebih lanjut di negara eksportir tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kita telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari proses transformasi produk-produk pertanian dasar, sebagai input sektor manufaktur, menjadi produk-produk pertanian berteknologi tinggi, yang merupakan output sektor manufaktur.

Peran yang diharapkan atas pertumbuhan di sektor industri manufaktur adalah penciptaan lapangan pekerjaan dan tambahan pendapatan negara, mempercepat pertumbuhan perekonomian, dan meningkatkann volume ekspor produk-produk industri serta menekan volume impor melalui penciptaan produk-produk subtitusi impor.

Kemudian, perkembangan sektor manufaktur akan diikuti oleh pertumbuhan pada sektor sekunder, seperti jasa konstruksi, transportasi, kelistrikan, gas, dan suplai air bersih, dan sektor tersier, seperti industri jasa keuangan. Dengan kata lain industri sekunder dan tersier tersebut merupakan faktor yang penting dalam proses industrialisasi. Hal ini dikarenakan dalam usaha untuk mengembangkan sektor manufaktur diperlukan dukungan sarana atau infrastruktur, seperti jalan raya, kompleks perindustrian, gedung perkantoran, dan jasa keuangan. Sehingga seiring dengan proses industrialisasi tersebut, sektor sekunder dan tersier atau yang dapat disebut sebagai sektor jasa juga akan memiliki tren pertumbuhan yang positif.

Pertumbuhan sektor jasa merupakan efek samping dari kebijakan lintas sektoral pemerintah untuk mengembangkan sektor manufaktur. Pertumbuhan sektor ini didorong oleh usaha penyediaan infrastruktur yang dapat mendukung perkembangan sektor manufaktur. Tanpa dukungan infrastruktur yang baik, maka sektor manufaktur tidak akan mampu berkembang dengan baik.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan sektoral yang diterapkan oleh negara yang berada pada siklus perkembangan pertama, yaitu underdevelop country, biasanya cenderung kepada pengembangan sektor usaha primer, seperti pertanian dan pertambangan. Sehingga hal tersebut mengakibatkan dominasi sektor primer didalam perekonomian tidak dapat lagi dihindari.

Namun seiring dengan perkembangan suatu negara menuju fase yang disebut sebagai developing country, arah kebijakan industri dan sektoralnya akan beralih kepada sektor manufaktur. Sehingga dengan bertumbuhnya sektor industri tersebut, maka akan menyebabkan melemahnya dominasi sektor primer didalam perekonomian.

Kemudian dalam proses kedewasaan sektor manufaktur di suatu developing country, fase terakhir yang akan dilewati oleh developing country tersebut untuk beralih menuju developed country adalah kemajuan di sektor jasa. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa suatu negara dikategorikan sebagai developed country jika arah kebijakan industri dan sektoralnya tidak lagi berfokus pada sektor usaha primer dan manufaktur, melainkan sektor jasa. Sehingga hal tersebut secara tidak langsung akan menyebabkan dominasi sektor manufaktur tidak lagi terjadi di dalam perekonomian suatu developed country.

Sekian

Adhitya Cahya Nugraha

Employment Reviews

Mismatch pendidikan dan PEKERJAAN

I. Pendahuluan

Ketimpangan antara sector ketenagakerjaan dan pendidikan di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Keadaan ini sering lepas dari perhatian kita, baik kalangan pemerintah maupun akademisi.

Ketimpangan ini merupakan akibat dari ketidakseimbangan antara pertumbuhan jumlah lulusan institusi pendidikan, mulai sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), akademi, dan atau perguruan tinggi (PT), dengan pertumbuhan sektor industri, seperti industri pertanian, pertambangan, manuaktur, energi, perdagangan, transportasi, keuangan, dan atau personal services.

Pendekatan yang komprehensif sangat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut. Kolaborasi antara dunia usaha dengan dunia akademis diharapkan akan dapat menciptakan suatu sinergi untuk mewujudkan daya saing negara yang tinggi, yang mampu bersaing menuju era globalisasi.

II. Populasi Penduduk dan Tipe Aktifitasnya

Data statistik ( Badan Pusat Statistik ) BPS mengatakan bahwa pada tahun 2004-2005 telah terjadi peningkatan pada (1)tingkat pengangguran, (2)banyaknya angkatan sekolah, (3)banyaknya jumlah pekerjaan dan (4)banyaknya tenaga kerja, yaitu sebesar masing-masing 16%, 17%, 0,3% dan 2%, sedangkan pada tahun 2005-2006 masing-masing -8%, -0,4%, 2% dan 1%, dan untuk periode tahun 2006-2007 masing-masing -8%, 2%, 5% dan 3%.

Data tersebut mengindikasikan bahwa pada tahun 2004-2005 telah terjadi perbaikan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan yang merupakan manivestasi gerakan wajib belajar 9 tahun, yang terbukti dengan semakin bertambahnya siswa sekolah hingga 17%, dan sebagai implikasinya adalah peningkatan jumlah pengagguran yaitu sebesar 16%. Dampak lain dari hal tersebut adalah rendahnya peningkatan lapangan pekerjaan yang tersedia, yaitu sebesar 0,3%, sedangkan tenaga kerja lulusan sekolah yang tersedia meningkat sebesar 2%.

Secara umum, gerakan wajib belajar 9 tahun telah berkontribusi atas menurunnya jumlah pengangguran di Indonesia, namun masih belum dapat diimbangi oleh ketersediaan lapangan pekerjaan formal. Sehingga masyarakat lulusan sekolah lebih banyak bekerja pada sector non formal, seperti berdagang, bertani, maupun berprofesi sebagai personal services.

III. Kondisi Industri

Hasil statistik BPS tahun 2004-2007 menginformasikan kepada kita bahwa terdapat beberapa industri yang mengalami peningkatan dan penurunan tren penyerapan tenaga kerja. Beberapa diantaranya adalah :

A. Peningkatan

· 2004-2005

Industri-industri yang memiliki tren positif seperti (1)Agriculture, Forestry, Hunting, and Fishery, (2)Transportation, Storage, and Communication, (3)Financing, Insurance, Real Estate, and Business Services, (4)Manufacturing Industry, (5)Manufacturing, dan (6) Construction.

· 2005-2006

Industri-industri yang memiliki tren positif seperti (1) Mining and Quarrying, (2) Electricity, Gas, and Water, (3) Wholesale Trade, Retail Trade, Restaurant and Hotel, (4) Transportation, Storage, and Communication, (5) Community, Social, and Personal Services, (6) Financing, Insurance, Real Estate, and Business Services, dan (7) Construction

· 2006-2007

Industri-industri yang memiliki tren positif seperti (1) Agriculture, Forestry, Hunting, and Fishery, (2) Mining and Quarrying, (3) Wholesale Trade, Retail Trade, Restaurant and Hotel, (4) Transportation, Storage, and Communication, (5) Community, Social, and Personal Services, (6) Financing, Insurance, Real Estate, and Business Services, (7) Construction, dan (8) Manufacturing.

B. Penurunan

· 2004-2005

Industri-industri yang memiliki tren menurun seperti (1) Mining and Quarrying, (2) Electricity, Gas, and Water (3) Wholesale Trade, Retail Trade, Restaurant and Hotel, dan (4) Community, Social, and Personal Services

· 2005-2006

Industri-industri yang memiliki tren menurun seperti (1) Agriculture, Forestry, Hunting, and Fishery dan (2) Manufacturing

· 2006-2007

Industri-industri yang memiliki tren menurun seperti Electricity, Gas, and Water.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata industri mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja dari tahun 2004 hingga tahun 2007. Hanya ada beberapa industri yang mengalami penurunan, yaitu mining and quarrying, electricity, gas and water, wholesale trade, retail trade, restaurant, and hotel, dan personal services pada periode tahun 2004-2005, agriculture forestry, hunting, and fishery dan manufacturing pada periode tahun 2005-2006, serta electricity, gas, and water pada periode tahun 2006-2007. Pada grafik 3 tampak bahwa ada 3 industri yang memiliki potensi terjadinya penurunan penyerapan tenaga kerja dimasa mendatang, yaitu electricity, gas and water, Community, Social, and Personal Services, dan Financing, Insurance, Real Estate, and Business Services.

Pada industri electricity, gas and water, potensi penurunan ini disebabkan oleh semakin menipisnya cadangan sumber energi dunia, seperti gas, minyak bumi, dan batubara. Kemudian, dalam jangka panjang hanya akan ada beberapa perusahaan terkuat yang mampu bertahan dan secara simultan akan menyebabkan perusahaan lain berhenti beroperasi akibat kelangkaan sumber energi tersebut.

Pada industri Community, Social, and Personal Services, penurunan ini dipicu oleh ketatnya persaingan. Hal ini diakibatkan oleh rendahnya barrier of entry untuk dapat membuka usaha disektor ini. Sehingga dalam jangka panjang, semua perusahaan hanya akan menikmati average margin yang rendah, akibat ketatnya persaingan. Untuk selanjutnya, hanya akan ada beberapa pemain besar yang mampu bertahan dengan bekal loyalitas pelanggan dan kualitas pelayanan yang dimilikinya, serta harga yang kompetitif yang ditawarkan kepada pelanggan.

Potensi penurunan pada industri Financing, Insurance, Real Estate, and Business Services disebabkan karena penggunaan teknologi informasi. Industri ini sangat membutuhkan kecepatan dan kemudahan dalam berhubungan dengan pelanggan. Sehingga hal ini mengharuskan mereka untuk melakukan otomatisasi seluruh sistem kerjanya. Kondisi ini akan menyebabkan kebutuhan akan tenaga kerja manusia menjadi berkurang, akibat dari sistem kerja yang dilakukan secara elektronik ter-otomatisasi.

Secara umum, industri di Indonesia mampu menyerap tenaga kerja dari semua latar belakang tingkat pendidikan dengan tren persentase peningkatan pada periode tahun 2004-2005, 2005-2006, dan 2006-2007 masing-masing sebesar 0,3%, 2%, dan 5%.

IV. Tingkat Pengangguran Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

Pencanangan program wajib belajar 9 tahun ternyata telah mampu membantu mengurangi tingkat pengangguran masyarakat dengan latar belakang TK, SD, SMP, dan SMA. Hal ini terbukti pada grafik tingkat pengganguran tahun 2004-2007 yang dipulikasikan oleh BPS.

Program wajib belajar tersebut telah mampu untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan, dimana saat ini, sebagian besar masyarakat kita memiliki tingkat pendidikan minimum SMP.

Namun, keadaan ini tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja bagi mereka yang memiliki latar belakang diploma dan sarjana lulusan universitas. Keadaan ini menimbulkan labor supply tingkat sarjana menjadi over demanded. Sehingga hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran alumnus perguruan tinggi dan diploma yang masing-masing mencapai 43% pada periode tahun 2006-2007.

Belum pulihnya kondisi perekonomian pasca krisis diduga menjadi penyebab terjadinya hal tersebut. Selain itu, ekspectasi dari alumnus universitas dan diploma atas jenis pekerjaan formal diduga juga berkontribusi atas peningkatan angka penggangguran di Indonesia. Hal tersebut adalah wajar, karena mereka berharap akan lapangan kerja yang aman dan mampu memberikan penghasilan yang besar, sedangkan kalangan usaha menginginkan karyawan dengan gaji yang murah, terlebih lagi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja disemua sektor industri hanya mencapai 5% ditahun 2007.

Secara umum, berdasarkan data statistic, kita harus mengakui keberhasilan program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh pemerintah. Program ini telah membantu menurunkan tingkat pengangguran pada periode 2005-2006 dan 2006-2007 masing-masing sebesar 13% dan 8%.

V. Permasalahan

Ketimpangan antara sektor ketenagakerjaan dengan sektor pendidikan merupakan side effect dari program wajib belajar 9 tahun. Pencanangan program tersebut terjadi ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi berkepanjangan, dan bahkan hingga saat ini Indonesia belum mampu bangkit dari keterpurukan akibat krisis ekonomi tersebut.

Saat ini, kita telah melihat keberhasilan dari program tersebut, dimana masyarakat mulai sadar akan pentingnya pendidikan, terbukti dari semakin banyaknya angka partisipasi sekolah serta semakin rendahnya persentase angka pengangguran lulusan SD, SMP,dan SMA. Namun hal ini terjadi sebaliknya pada masyarakat alumnus perguruan tinggi dan diploma, dimana persentase angka pengangguran selalu meningkat dari tahun ketahun.

Beberapa hal yang melatarbelakangi hal tersebut adalah :

1. Belum pulihnya sektor perekonomian dan industri di tanah air

2. Kecenderungan alumnus PT dan diploma di Indonesia untuk mencari pekerjaan disektor formal – sektor yang aman

3. Kebanyakan lulusan PT dan diploma saat ini belum memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh dunia usaha

4. Lemahnya mental alumnus PT dan diploma dalam usahanya mencari sumber penghasilan – alumnus beranggapan bahwa keberhasilan pendidikannya diukur dari kepada siapa / di perusahaan mana dia dapat bekerja, bukan pada usaha apa yang seharusnya dapat mereka ciptakan.

5. Pergeseran kewajiban lulusan PT – alumnus PT sebenarnya dicetak untuk menjadi Job Maker, namun saat ini telah bergeser menjadi Job Seeker.

Selain itu, ketimpangan tersebut juga dapat diakibatkan oleh kelalaian pemerintah sebagai pemilik program wajib belajar 9 tahun. Pemerintah cenderung untuk berusaha mencapai tujuan program tanpa memperhatikan side effect dari program yang diluncurkannya tersebut. Pemerintah saat itu tidak mengimbanginya dengan perbaikan pada sektor industri, sehingga ketika program tersebut sudah mulai menunjukkan hasilnya, maka hal inilah yang terjadi, yaitu ketimpangan antara sektor bisnis dengan sektor pendidikan.

VI. Saran

Beberapa tindakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah dan kalangan akademisi yaitu :

1. Perbaikan sektor makro ekonomi

2. Memperkokoh sektor mikro

3. Melakukan kolaborasi dengan sektor bisnis serta senantiasa mensyaratkan seluruh organisasi bisnis menjunjung tinggi prinsip-prinsip etis dan good governance – hal ini bertujuan untuk menciptakan trust bagi investor asing agar mau menanamkan modalnya di Indonesia. Sehingga hal ini diharapkan mampu untuk menjadi katalis bagi pertumbuhan sector perindustrian di Indonesia

4. Kalangan akademisi selalu melakukan up-date atas kriteria alumnus yang diinginkan oleh sektor bisnis

5. Kalangan akademisi harus mampu mananamkan jiwa entrepreneurship dan kemandirian kedalam jiwa mahasiswanya – tujuannya adalah agar mampu membentuk mind set bahwa tugas seorang sarjana adalah menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lulusan SD, SMP, dan SMA. Sehingga, ketika seorang mahasiswa telah lulus, maka diharapkan dirinya tidak memberikan kontribusi atas bertambahnya tingkat pengangguran di Indonesia

6. Mendorong sektor perbankan untuk berperan aktif dalam mendukung aktifitas usaha yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa alumnus PT.

Upaya-upaya diatas ditujukan untuk memperbaiki sistem perekonomian dan kondisi dunia industri, agar dimasa mendatang industri di tanah air mampu menyerap tenaga kerja, yang umumnya alumnus SMP, SMA, diploma, dan universitas, lebih banyak. Sehingga ketimpangan seperti yang telah dijelaskan diatas dapat segera diatasi.

Namun kemudian yang perlu diperhatikan adalah konsistensi dari program wajib belajar 9 tahun. Pemerintah harus terus berupaya meningkatkan tingkat pendidikan Rakyat Indonesia. Lebih jauh lagi, pemerintah harus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, bukan hanya sekedar meningkatkan kuantitas rakyat terdidik.

Sehingga, dengan cara tersebut, diharapkan kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia industri / ketenagakerjaan dapat segera diselaraskan.


Sekian
Adhitya Cahya Nugraha

Wednesday, September 17, 2008

Pentingnya Implementasi Corporate Governance

Corporate Governance (CG) adalah topik yang mencuat ditengah-tengah publik sebagai akibat dari semakin gencarnya publikasi mengenai Fraud dan keterpurukan bisnis akibat kesalahan yang dilakukan oleh para eksekutif manajemen. Sehingga hal tersebut meningkatkan tuntutan dari publik, terutama para investor, mengenai penerapan Good Corporate Governance yang mengacu pada international best practice.

Cadbury Committee mendefinisikan bahwa CG merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajemen, kreditur, government, karyawan, serta para stakeholder internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain merupakan suatu sistem yang mengendalikan perusahaan.

Good Corporate Governance ditujukan untuk dapat menciptakan hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan diantara elemen-elemen di dalam perusahaan, seperti Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan para pemegang saham, dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Simplify bertujuan untuk menekan agency cost, baik antara manajemen-shareholder maupun manajemen-kreditur. Sehingga hal tersebut menuntut adanya sistem pertanggungjawaban manajemen kepada Dewan Komisaris dan pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada para pemegang saham yang baik.

Dalam paradigma tersebut, Dewan Komisaris harus dapat memastikan bahwa manajemen telah benar-benar bekeja demi kepentingan perusahaan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan serta menjaga kepentingan para pemegang saham, yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan. Kemudian, Dewan Komisaris juga memegang peranan penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar berusaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian dari pencapaian tujuan perusahaan. Hal tersebut berarti bahwa inti dari CG adalah Dewan Komisaris. Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada manajemen perusahaan. Mengingat tugas manajemen adalah untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan, maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan.

Output yang diharapkan dari implementasi CG adalah trust. Hal ini dikarenakan CG merupakan faktor terpenting yang menentukan aliran modal asing kedalam suatu negara. Dengan kata lain bahwa suatu perusahaan/ negara akan mampu menarik investor asing untuk mau menanamkan modalnya kedalam suatu perusahaan/ negara jika investor asing tersebut memiliki kepercayaan/ trust bahwa investasinya akan aman dan bahkan dapat memberikan nilai yang lebih besar.

Mendapatkan trust dari investor, terutama investor asing, bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Hal tersebut tidak dapat dilakukan hanya melalui aktivitas promosi. Trust, dan untuk selanjutnya modal asing, hanya bisa didapat melalui kinerja dan prospektus investasi perusahaan yang baik serta jelas. Kinerja perusahaan yang baik hanya dapat diwujudkan melalui governance perusahaan yang baik. Sehingga dengan governance yang baik diharapkan akan menciptakan suatu perusahaan yang baik, baik secara nasional maupun internasional, serta diharapkan akan memudahkan perusahaan untuk mengakses sumber dana internasional, yang memiliki jumlah potensial yang sangat banyak dan yang internationally diversified- sehingga dapat menekan systematic risk atas instrumen equity dan atau leverage yang dipilih oleh perusahaan.

Singkat kata, GCG merupakan pilar utama dari suatu market economy yang berhubungan dengan investor's confidence, baik didalam suatu perusahaan maupun lingkungan bisnis secara keseluruhan, yang terwujud melalui fair competition dan iklim bisnis yang kondusif, yang diharapkan akan menciptakan suatu sustainable economic growth and stability.

Sekian.

Adhitya Cahya Nugraha.

Thursday, July 17, 2008

BUMN News

Privatisasi Industri Strategis di Indonesia

( Studi Kasus pada PT. Krakatau Steel )

Semakin tingginya harga BBM di pasar dunia ternyata tidak hanya berdampak kepada sektor mikro, namun juga sektor makro. Terutama bagi Pemerintah Republik Indonesia, dampak ini telah menyebabkan defisit pada angaran belanja negara yang banyak terserap untuk membiayai subsidi BBM.

Defisit anggaran tersebut diatasi oleh pemerintah melalui berbagai macam cara, salah satunya privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN. Dan sampai dengan saat ini telah ada 37 BUMN yang diprivatisasi, termasuk produsen baja terbesar di Indonesia PT. Krakatau Steel yang rencananya paling lambat awal tahun 2009 nanti pemerintah sudah melepas maksimal 40% kepemilikannya pada perusahaan baja nomer wakhid tersebut.

Pro kontra seputar rencana privatisasi PT. KS, dengan menggunakan Initial Public Offerings (IPO) atau strategic sales (SS), muncul dari para stakeholders. Beberapa menteri terkait, seperti Menteri BUMN dan Perindustrian, menginginkan agar privatisasi PT. KS dilakukan dengan menggunakan mekanisme strategic sales atau partnership. Alasan yang melatar belakangi hal tersebut adalah kelesuan pada pasar saham saat ini. Mereka berpendapat bahwa ketika pasar saham sedang tidak bergairah, penjualan saham PT. KS sebesar 40% melalui proses IPO tidak memungkinkan untuk meraih target dana sebesar US$ 400 juta.

Kemudian, penjualan PT. KS kepada mitra yang terpilih ditujukan agar selain mendapat manfaat berupa suntikan dana investasi, diharapkan juga dapat terjadi transfer teknologi produksi, terbukanya jaringan supply bahan baku dan marketing, serta diraihnya perspektif baru dalam aktivitas manajerial.

Beberapa kalangan masyarakat dan bahkan direksi serta komisaris PT. KS berpendapat bahwa cara terbaik untuk melakukan privatisasi adalah melalui mekanisme IPO. Mereka berpendapat bahwa IPO memberikan tingkat keterbukaan informasi mengenai privatisasi yang lebih besar dibandingkan dengan mekanisme SS.

Lebih dari itu, melalui proses IPO pemerintah tetap akan menjadi pemilik mayoritas saham PT. KS. Sehingga hal tersebut memungkinkan pemerintah untuk dapat mempertahankan kendalinya atas perusahaan dan pada saat yang sama mereka juga bisa mendapatkan dana hasil penjualan saham tersebut.

Salah seorang direksi PT. KS mengatakan bahwa saat ini kinerja perusahaannya sedang dalam performa yang baik. Dana tunai per Januari 2008 sekitar Rp. 1 triliun dan kemudian per April 2008 meningkat sebesar Rp. 1,2 triliun. Fakta lain yang ada adalah nilai aset naik dari Rp. 10,26 triliun menjadi Rp. 10,48 triliun. Jumlah hutang perusahaan mengalami penurunan dari Rp. 5,47 triliun menjadi Rp. 5,06 triliun dan hal ini menyebabkan debt to equity ratio menjadi semakin diminati. Sehingga, dengan kondisi perusahaan saat ini, mereka memprediksi kesempatan PT. KS untuk mendapatkan leverage akan mencapai kisaran Rp. 11 triliun. Dana yang potensial tersedia seperti leverage, kas, dan hasil penjualan saham tersebut nantinya akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi hingga 5 juta ton / tahun melalui penggunaan teknologi berbasis batubara.

Pada Undang-undang ( UU ) no.19 tahun 2003 mengenai BUMN, Peraturan Pemerintah ( PP ) no.33 mengenai tata laksana privatisasi, dan Keputusan Presiden ( Kepres ) no.121 tahun 1999 telah diamanatkan bahwa terjadinya privatisasi diutamakan melalui mekanisme pasar modal untuk kepentingan masyarakat luas. Sehingga jika mengacu kepada sumber tertib hukum tersebut, mekanisme IPO merupakan suatu mekanisme yang lebih condong kepada kepentingan masyarakat luas. Hal ini dikarenakan PT. KS merupakan industri strategis yang menguasai hajat hidup rakyat banyak dan secara alamiah PT. KS merupakan perusahaan milik seluruh rakyat Indonesia.

Salah satu alasan terkuat yang memotivasi para regulator untuk memilih SS daripada IPO adalah mekanisme SS memungkinkan terjadinya transfer teknologi produksi dari mitra kepada PT. KS dan mekanisme tersebut diharapkan dapat mengatasi kekhawatiran regulator untuk melakukan IPO disaat kondisi bursa sedang lesu. Artinya mekanisme SS diharapkan mampu memberikan hasil penjualan saham lebih besar daripada jika PT. KS menjual saham di bursa efek.

Namun, akuisitor selalu menggunakan harga pasar saham di bursa sebagai dasar untuk menilai perusahaan yang akan diakuisisinya, selain prospek yang dimiliki perusahaan tersebut. Sehingga, lesunya pasar saham di bursa berpotensi untuk meningkatkan daya tawar mitra tersebut atas harga yang ditawarkannya dalam proses akuisisi PT. KS. Artinya, hal tersebut akan memunculkan kecenderungan akuisitor untuk memberikan penawaran dengan harga beli yang rendah.

Kemudian, mitra calon pembeli PT. KS terdiri dari 4 institusi yang semuanya merupakan institusi asing, yaitu (1) Lakhsmi Mittal - India, (2) Bluescpoe Steel, Ltd – Australia, (3) Essar, Ltd – Jepang, dan (4) Pasco Steel – South Korea. Seperti yang telah penulis jelaskan bahwa industri baja merupakan industri yang strategis. Sehingga kepemilikan asing, terutama dalam jumlah yang dominan pada industri strategis, diduga akan merugikan kepentingan nasional.

Selain itu sisi positif digunakannya mekanisme SS dalam privatisasi PT. KS adalah technology advancement. Hal tersebut secara teori adalah benar. Namun, dari keempat proposal yang diajukan oleh calon pembeli, tidak ada satupun yang dapat memberikan kontribusi berupa teknologi baru yang dapat diaplikasikan di pusat-pusat produksi PT. KS. Bahkan berdasarkan informasi di lapangan, salah satu calon pembeli masih menggunakan teknologi dari abad ke-19 di salah satu pabriknya di Luxemburg. Hal ini perlu dimaklumi karena secara umum, posisi semua calon pembeli dilihat dari sudut pandang teknologi yang digunakan adalah sama dengan PT. KS, dimana seluruh pabrikan baja di dunia merupakan pembeli teknologi dari technology owner plant builder.

Berdasarkan fakta, beberapa partnership yang dibentuk melalui mekanisme SS, ketika terjadi privatisasi, belum mampu memberikan nilai tambah. Hal ini dikarenakan investor enggan untuk memberikan tambahan dana investasinya pasca akuisisi. Sehingga perusahaan yang telah di privatisasi tersebut tidak mampu berjalan dengan baik sesuai dengan yang telah direncanakan.

Lebih jauh lagi, mekanisme SS memungkinkan terjadinya perjanjian-perjanjian diluar proses transaksi, antara regulator dengan perusahaan akuisitor, serta dapat mendorong munculnya manipulasi menyangkut kesepakatan harga jual-beli suatu BUMN. Sehingga harga pasar wajar perusahaan yang diprivatisasi kemungkinan tidak dapat tercapai. Hal inilah yang dikhawatirkan jika privatisasi PT. KS menggunakan mekanisme SS.

Transparansi adalah salah satu aspek yang diharapkan oleh publik dalam proses privatisasi tersebut. Proses yang transparan dapat membentuk suatu harga atau nilai perusahaan yang fair atau wajar. Harga perusahaan yang terlalu rendah membuat investor meraih keuntungan yang secara tidak langsung dapat merugikan negara. Sedangkan harga yang terlalu tinggi disaat bursa saham di Indonesia sedang tidak bergairah akan membuat nilai yang ditawarkan oleh pemerintah menjadi tidak menarik bagi investor.

Selain menyediakan mekanisme yang transparan, IPO diduga mampu memberikan perkiraan yang wajar mengenai nilai perusahaan. Calon Emiten dapat melakukan tawar menawar dengan underwriter yang dipilihnya. Selain itu mekanisme full commitment dalam proses IPO akan mampu menjamin terjualnya seluruh saham perusahaan di pasar perdana. Meskipun bursa saham saat ini sedang lesu, dengan prospek dan kondisi keuangan perusahaan yang sangat bagus, maka masih memungkinkan bagi PT. KS untuk meraih harga jual saham yang tinggi di pasar perdana.

Kondisi dan performa perusahaan yang sehat mengisyaratkan bahwa pilihan terbaik bagi PT. KS dalam rangka privatisasi adalah dengan menggunakan mekanisme IPO. Mekanisme SS dapat ditempuh jika kondisi dan performa BUMN yang akan di privatisasi berada pada ambang kebangkrutan. Sehingga, jika saham perusahaan yang sedang collapse tersebut dijual melalui bursa, maka investor di bursa tidak akan bersedia untuk membelinya. Selain itu, Bursa Efek Indonesia ( BEI ) sebagai regulator perdagangan saham di pasar perdana pasti tidak akan memberikan ijin bagi perusahaan tersebut untuk listing. Hal ini dikarenakan secara fisik perusahaan tersebut tidak memiliki prospektus yang dapat menarik investor untuk mau menanamkan modalnya pada saham yang dijualnya ketika IPO di pasar perdana.

Bagi Direksi dan Manajemen PT. KS, penjualan perusahaan melalui mekanisme SS memiliki proses yang berbelit-belit. Hal ini dikarenakan antara Direksi / Manajemen dan perusahaan akuisitor harus sepakat dalam hal rencana kerja, visi dan kebijakan-kebijakan yang lainnya, terutama dalam hal kebijakan ketenagakerjaan.

Potensi masuknya tenaga kerja asing kedalam tubuh perusahaan dikhawatirkan akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) tenaga kerja lokal. Hal yang perlu diketahui bersama adalah bahwa industri baja tidak terlalu membutuhkan keahlian asing, karena teknologi, market, dan bahan baku baja tersedia luas dipasaran. Kondisi tersebut membuat pabrikan baja diseluruh dunia memiliki tingkat kemampuan atau keahlian yang tidak jauh berbeda. Terbukti dari produk PT. KS yang telah mampu menembus pasar internasional. Sehingga, jika privatisasi PT. KS ditempuh dengan menggunakan mekanisme SS maka dapat dipastikan kepemilikan asing, yang diikuti dengan masuknya tenaga kerja asing, dalam industri strategis akan merugikan kepentingan nasional.

Keputusan bijaksana yang seharusnya diambil oleh Pemerintah dan DPR dalam mengatasi polemik privatisasi PT. KS tersebut adalah IPO. Keputusan tersebut dirasa dapat meredam gejolak yang akan timbul di masyarakat. Selain didukung oleh semua stakeholder PT. KS, digunakannya mekanisme IPO dalam melakukan privatisasi BUMN juga telah diamanatkan dalam UU, PP dan KEPRES.

Sekian.

By : Adhitya Cahya Nugraha

Monday, May 5, 2008

INFORMATION SYSTEM AND TECHNOLOGY

THE FIRST EVER SAP IMPLEMENTATION IN THE INDIAN RECLAIMED RUBBER INDUSTRY

( CASE STUDY : GUJARAT RECLAIM & RUBBER PRODUCTS, LTD )


I. INTRODUCTION

Penerapan ERP, salah satunya melalui penggunaan software atau modul SAP, seperti SAP R/3, merupakan suatu pekerjaan dan tantangan berat bagi manajer, karena memerlukan banyak perubahan didalam organisasi. Perubahan ini meliputi alat, SDM, dan atau proses bisnis. Sehingga keseluruhan proses perubahan ini biasanya membutuhkan waktu hingga beberapa tahun.

Penerapan SAP didalam organisasi melibatkan beberapa stakeholders, terutama technical support organization maupun end users dari software SAP tersebut. Hasil akhir yang diharapkan dari penerapan SAP meliputi perbaikan arus komunikasi di seluruh level organisasi dan peningkatkan ROI ( Return On Information ), sehingga memungkinkan semua karyawan maupun manajer diseluruh bagian organisasi dapat bekerja dengan mengunakan informasi yang sama, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Penerapan SAP pada industri manufaktur karet merupakan hal yang pertama kali terjadi didalam sejarah industri informasi dan teknologi. Selain itu implementasi SAP pada Gujarat Reclaim & Rubber, Ltd ini merupakan success story yang menarik untuk dipelajari lebih mendalam.

II. COMPANY BACKGROUND

Gujarat Reclaim merupakan perusahaan yang beroperasi disektor industri manufaktur produk daur ulang berbahan dasar karet. Perusahaan yang berkantor pusat di India ini merupakan perusahaan manufaktur terbesar di negaranya dan termasuk dalam salah satu perusahaan lima terbesar diseluruh dunia.

Dengan didorong oleh visi manajemen yang selalu berusaha memberikan nilai lebih kepada para pelanggannya, Gujarat Reclaim percaya bahwa dengan meletakkan pelanggan pada drivers seat akan mampu membuatnya memahami keinginan pelanggan dengan lebih baik. Gujarat Reclaim menyadari bahwa seiring dengan keinginannya untuk bersaing secara global dikancah internasional, selain dituntut agar dapat berproduksi secara efisien, kualitas berstandar internasional, serta mampu untuk membuat keputusan dengan cepat dan tepat, mereka harus memiliki suatu sistem dan proses yang bisa mendukung perusahaan untuk meraih reputasi sebagai perusahaan yang innovative dan aksesibel bagi para pelanggannya.

Keinginan untuk bersaing secara global membuat Gujarat Reclaim berusaha mengembangkan aktivitas operasionalnya, yaitu dengan menggunakan pendekatan benchmarking kepada industry best practices. Hal ini bertujuan untuk mencapai perbaikan operasional dan untuk mencari proses bisnis yang standar diseluruh fungsi organisasinya.

III. EXISTING INFORMATION SYSTEM

Gujarat Reclaim merasa bahwa teknologi dan sistem informasi saat ini tidak mampu mendukung misinya untuk berkembang secara global. Sistem saat ini dirasa tidak mampu memberikan keterbukaan informasi yang merupakan persyaratan mutlak untuk mewujudkan kecepatan dan ketepatan dalam proses pengambilan keputusan.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa telah terjadi inequality dari arus informasi didalam organisasi. Hal ini mengakibatkan tiap-tiap bagian / fungsi dari organisasi memiliki informasi yang berbeda-beda yang tidak mudah untuk diakses satu sama lain. Inilah yang mengakibatkan inefisiensi pada kinerja organisasi.

Hal nyata yang terjadi adalah proses bisnis pada Gujarat Reclaim masih dikendalikan oleh people, belum ada sistem yang dapat mengendalikan aktivitas operasional yang akan memungkinkan arus informasi didalam tubuh Gujarat Reclaim terbagi secara merata diseluruh bagian organisasi. Singkat kata, ketersediaan sistem akan membuat kinerja Gujarat Reclaim menjadi lebih efektif dan efisien.

IV. NEW SYSTEM

Sebagai upaya untuk mewujudkan visi peusahaan dan untuk memungkinkannya bersaing secara global, maka keputusan untuk menerapkan SAP didalam perusahaan merupakan pilihan investasi yang tepat. Tujuan akhir implementasi SAP tersebut yaitu :

1. Untuk membuat suatu sumberdaya informasi yang terintegrasi.

Meliputi : integrasi antara general ledger, order entry, billing system, inventory system, shop floor control, dan manufacturing operation.

2. Untuk dapat menciptakan proses bisnis yang efektif dan efisien, yang merupakan perampingan dari proses bisnis yang telah ada sebelumnya.

Selain itu SAP merupakan solusi atas keinginan perusahaan untuk mengintegrasikan seluruh proses didalam organisasi, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Enterprise Resource Planning ( ERP ).

Untuk memastikan keberhasilan penerapan SAP didalam organisasi, Gujarat Reclaim memilih strategic partner yang memiliki kompetensi yang bagus di bidang IT, meliputi kemampuan dibidang software, memiliki culture yang sesuai dengan iklim didalam perusahaan, dan memiliki pengetahuan mengenai domain yang baik. Partner tersebut adalah Patni, perusahaan yang sudah berpengalaman selama puluhan tahun dalam implementasi SAP.

Kunci utama keberhasilan sistem baru ini adalah peran aktif dari end-users. Kesediaan untuk mau menerima perubahan didalam organisasi merupakan langkah awal dari peran aktif end-users tersebut. Sebaliknya, sikap resisten terhadap perubahan dapat menjadi faktor pemicu kegagalan penerapan sistem baru, dan berpotensi menimbulkan kerugian yang besar bagi organisasi.

Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah dukungan dari senior manajemen atau CEO, dalam hal ini disebut sebagai project champion. Partisipasi CEO akan memberikan kontribusi yang signifikan atas keberhasilan penerapan SAP ini. CEO Gujarat Reclaim meluangkan sebagian besar waktunya untuk mengkomunikasikan mengenai peran SAP dalam mendukung tercapainya visi perusahaan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Sehingga secara tidak langsung, pengkomunikasian visi ini akan memberikan semangat kepada para staf dan sekaligus memberikan arahan yang jelas mengenai arah dan tujuan organisasi serta akan memuluskan jalan Gujarat Reclaim untuk menggunakan perubahan ini sebagai motor untuk menciptakan pertumbuhan bagi organisasi.

V. RESULT

Selama delapan bulan beroperasi dengan menggunakan sistem baru, dengan mengadopsi industry best practices yang terdapat dalam modul SAP, Gujarat Reclaim telah merasakan adanya perubahan yang signifikan. Hal ini terlihat dari : (1) perputaran persediaan yang lebih baik, (2) terciptanya struktur biaya yang lebih rendah, (3) kemampuan untuk memperbaiki proses perencanaan dan akurasi waktu dalam pengiriman, (4) flexibilitas dalam memberikan harga kepada konsumen sebagai hasil dari adanya transparansi pada struktur biaya perusahaan, dan (5) kemampuan untuk memberikan penawaran produk yang beraneka ragam kepada pelanggan. Secara umum dapat dikatakan bahwa implementasi SAP ini akan merubah semua pendekatan yang dilakukan oleh Gujarat Reclaim dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.

Kemudian, benefit lain yang didapat oleh Gujarat Reclaim yaitu SAP akan membantunya bersaing secara global sebagai perusahaan multinasional. Hal ini sangat memungkinkan karena dengan SAP, headquarter dengan cepat dan mudah akan mengetahui segala aktivitas operasional yang terjadi di seluruh anak perusahaan yang tersebar di berbagai belahan dunia secara real time. Sehingga, segala fenomena yang terjadi pada setiap anak perusahaan dapat diketahui dengan cepat dan segera ditangani serta tindakan korektif dapat segera diambil demi terwujudnya visi perusahaan yaitu menciptakan nilai kepada pelanggan secara berkesinambungan.

VI. CONCLUSION

Berdasarkan kasus yang terjadi pada Gujarat Reclaim, yaitu mengenai implementasi SAP pada industri manufaktur karet, kita dapat mengambil beberapa pelajaran berharga mengenai pentingnya penerapan ERP, dalam hal ini Gujarat Reclaim mengunakan SAP, didalam mendukung strategi bisnis perusahaan.

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa investasi pada pembuatan sistem ERP memiliki nilai yang sangat besar dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi perusahaan jika suatu project ERP tidak dikelola dengan baik. Selain itu implementasi ini membutuhkan proses waktu yang cukup lama, sehingga berpotensi mengganggu aktivitas perusahaan. Hal ini dikarenakan sebagian besar sumberdaya, seperti SDM, dialokasikan untuk mempersiapkan project ERP tersebut.

Agar sukses, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan ERP didalam perusahaan yaitu :

1. Company Vision.

Setiap perusahaan harus memiliki keinginan atau cita-cita yang jelas mengenai masa depan perusahaannya. Cita-cita ini akan diperjelas dalam bentuk misi dan kemudian misi ini akan diwujudkan melalui sebuah strategi corporasi. Perusahaan, dalam hal ini perusahaan yang melakukan investasi pada ERP, harus menjadikan ERP menjadi sebuah strategi untuk mencapai cita-citanya. Hal ini bertujuan agar implementasi ERP dapat mendatangkan value bagi para stakeolders dan diharapkan dapat meraih serta mempertahankan competitive advantage. Jika perusahaan tidak memiliki visi yang jelas, maka penerapan ERP didalam perusahaan hanya akan memperbesar kran biaya perusahaan. Perusahaan hanya akan menjadi follower bagi perusahaan lain. Akibatnya perusahaan gagal untuk menciptakan value dan wealth bagi para stakeholders.

2. Size of The Firm

Keakuratan dalam mengidentifikasi pangsa pasar, pelanggan potensial, dan ukuran relatif suatu perusahaan didalam industri dapat memperbesar tingkat probabilitas keberhasilan penerapan SAP didalam perusahaan. Idenya adalah agar perusahaan mengetahui seberapa besar kemampuan internalnya untuk dapat melayani pelanggan dengan baik. Hal ini sejalan dengan kasus pada Gujarat Reclaim yang selalu ingin meningkatkan delivery value kepada para pelanggannya disaat kondisi internal perusahaan tidak mampu melakukannya, sehingga solusi terbaik yang dipilih Gujarat Reclaim adalah implementasi ERP.

3. Level of Competitiveness

ERP akan sangat bermanfaat bagi perusahaan jika mereka berada pada industri yang sangat kompetitif. Ancaman yang datang dari para pesaing bisnis harus dihadapi dengan suatu tindakan yang dapat menciptakan competitive advantage dan berorientasi pada value creation kepada pelanggan.

4. Funding Method

Ada beberapa pilihan dalam menadai project ERP, yaitu : (1) pembiayaan sendiri, (2) pembiayaan dengan menggunakan dana pihak ketiga, dan (3) outsource / sewa. Masing-masing pembiayaan memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kesesuaiannya terhadap kemampuan perusahaan, agar tidak menganggu arus kas jangka pendek perusahaan karena project ERP ini bersifat jangka panjang serta tidak dapat memberikan financial return secara langsung.

5. Implementation Strategy

Pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam penerapan project ERP merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan. Kesalahan dalam mengadopsi pendekatan / metode implementasi akan berakibat pada: (1) semakin besarnya total biaya dan waktu yang dikeluarkan oleh perusahaan, (2) kebosanan dari end user & berubahnya tantangan bisnis akibat lambatnya proses implementasi ERP dan atau (3) kegagalan sistem secara keseluruhan. Beberapa strategi yang dapat dipilih perusahaan diantaranya adalah strategi pilot, parallel, phasing, atau cut over yang lebih populer dengan istilah strategi ”Big Bang.”


Adhitya Cahya Nugraha

Sunday, April 13, 2008

Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )

Perkokoh Bangsa Budayakan Cinta Produk Dalam Negeri

Sudah saatnya Bangsa Kita bangkit.

Seiring dengan tekat pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan bangsa kita, meskipun di tahun 2008 ini diprediksi bahwa pertumbuhan yang diinginkan tidak mungkin bisa dicapai akibat goncangnya perekonomian AS, sudah selayaknya kita sebagai Rakyat mendukung rencana tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab yang diliputi oleh semangat patriotisme yang tinggi, karena dengan semangat patriotisme yang tinggi akan mampu menumbuhkan rasa cinta tanah air dan rasa memiliki bangsa kita tercinta ini. Jepang adalah bukti nyata yang dapat dijadikan contoh bagi kita semua.

Wujud nyata kita sebagai Rakyat yang mendukung Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan Bangsa Indonesia ini salah satunya adalah dengan ”Mencintai Produk Dalam Negeri”. Mencintai bukan hanya didalam hati. Mencintai harus diwujudkan dalam keseharian kita. Mencintai bertujuan untuk memberikan hal terbaik bagi produk dalam negeri. Seperti layaknya mencintai kekasih, kita selalu berusaha untuk melakukan hal yang terbaik bagi kekasih kita.

Ada 4 tips yang perlu kita lakukan untuk bersama – sama membantu atau bergotong royong dalam rangka mewujudkan pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa kita :

1. Menumbuhkan jiwa patriotisme – cinta tanah air Indonesia

2. Mencintai dan menggunakan produk dalam negeri

3. Hindari penggunaan atau pembelian barang / produk impor

4. Senantiasa memberikan kritik atau masukan bagi produk dalam negeri, demi terciptanya perbaikan produk secara berkesinambungan

Saat ini, perusahaan dalam negeri, atau produsen dalam negeri mengalami tekanan dari luar akibat membanjirnya produk impor, yang notabene belum tentu memiliki kualitas yang lebih baik dari produk dalam negeri. Hal ini dikarenakan Rakyat Indonesia telah menderita penyakit moral. Kita cenderung puas dan dan bangga jika telah menggunakan produk buatan luar negeri.

Penyakit bangsa ini telah merambah hampir keseluruh sektor industri diantaranya :

1. Setor Pertanian – bangga jika memakan beras impor

2. Sektor Perbankan – bangga menjadi nasabah Bank Asing

3. Sektor Keuangan – bangga menyimpan harta dalam bentuk DOLLAR

4. Sektor Kehutanan – memberikan HPH kepada Investor Asing, dan mempersulit Investor Lokal

5. Sektor MIGAS – bangga menggunakan Oli Impor dan menggunakan BBM impor

6. Dsb.

Penyakit sektor pertanian telah memukul bangsa ini. Maraknya beras impor, kelangkaan kedelai dan sebagainya, serasa tidak patut untuk dimaafkan. Gemah ripah loh jinawi seakan sudah bukan menjadi sebutan bagi negara tercinta ini. Bahkan sektor ini sudah semakin ditinggalkan, karena identik dengan sarang kemiskinan. Kita, termasuk para pemuda dan mahasiswa lebih bangga bekerja sebagai Orang Kantoran, sebagai karyawan yang tidak lebih dari sekedar orang yang menjadi Budak Terpelajar bagi pemilik perusahaan. Seandainya realitas rakyat kita tidak seperti yang penulis sebutkan diatas, mungkin bangsa ini akan tetap menyandang predikat gemah ripah loh jinawi, bangsa yang memiliki kekuatan sektor pertanian, bangsa yang kaya akan sumber daya alamnya. Marilah kita kerahkan seluruh kemampuan dan pikian kita untuk memajukan bangsa ini melalui pemberdayaan sektor pertanian, seperti Thailand yang telah berhasil memajukan bangsanya melalui sektor pertanian.

Penyakit sektor perbankan dan keuangan hampir memiliki kemiripan. Rakyat kita cenderung menyimpan kekayaan atau uang nya dalam bentuk Dollar atau mata uang lainnya, yang dianggapnya akan memiliki prospek cerah dikemudian hari akibat kemampuannya untuk menguat dari mata uang kita. Maklum dinegara kita baru bermunculan spekulan – spekulan baru, yang ingin mencari nasib baik di bursa dan sejenisnya, yang tidak lebih dari sekedar tempat berspekulasi atau berjudi. Mereka inilah salah satunya yang menyebabkan rupiah terus melemah, yang membawa dampak negatif bagi rakyat kecil, akibat melemahnya nilai tukar dan naiknya harga barang secara umum. Sebagai rakyat yang baik, sudah sebaiknya kita mengandalkan Bank Lokal Nasional, seperti Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan bank – bank lokal nasional lainnya, sebagai mitra terpercaya kita dalam hal simpanan, kredit maupun aktifitas perbankan lainnya dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bangsa ini.

Sektor kehutanan juga tidak kalah menariknya dibanding sektor yang lain. Oknum pemerintahan diduga menjadi katalis alih fungsi lahan hutan di Indonesia. Jika kita amati didaerah sumatera dan kalimantan, banyak areal hutan kita yang berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Alih fungsi ini telah menyebabkan berkurangnya lahan resapan air dan hal inilah yang menyebabkan banjir dibeberapa wilayah di Indonesia. Ironisnya, investor pemegang HPH sebagian besar adalah Investor Asing. Mereka mendapatkan manfaat besar dari investasinya di Indonesia, namun Rakyat Indonesia-lah yang menerima getahnya, seperti berkurangnya areal hutan dan resapan air . Selain itu, meskipun kita kaya akan kebun kelapa sawit, dan merupakan produsen terbesar didunia, namum harga minyak goreng terus meningkat dan menyebabkan Rakyat terpukul atas tingginya harga ini. Sangat ironis memang, kita kaya akan minyak kelapa sawit namun tidak bisa menikmatinya sebagai sumberdaya yang murah dinegeri sendiri.

Sektor MIGAS di Indonesia juga mengalami tekanan. Seiring dengan era globalisasi, Pertamina sebagai perusahaan milik pemerintah saat ini memiliki banyak tekanan persaingan dari asing. Masuknya Oli Impor dan BBM Impor ditanah air telah membuat Pertamina merubah konsep usahanya, yang semula perusahaan monopoli menjadi perusahaan yang profesional. Langkah tepat yang harus kita lakukan sebagai Rakyat yang cinta tanah air dan cinta produk dalam negeri adalah selalu bangga menggunakan Pelumas dan BBM Pertamina yang memiliki kualitas yang berstandar internasional serta memiliki harga yang kompetitif. Jangan terkecoh dengan pelumas atau BBM impor yang memiliki harga lebih mahal. Harga lebih mahal tidak mencerminkan kualitas suatu produk. Namun harga yang lebih mahal tersebut mengandung handling cost, beaya masuk dan pajak yang dimana biaya tersebut dibebankan kepada kita para konsumen ditanah air.

Semoga apa yang penulis berikan dapat menjadi wacana kepada kita mengenai perlunya menumbuhkan cinta anah air dan wewujudkannya dalam bentuk cinta produk dalam negeri demi terwujudnya kesejahteraan dan kemajuan Bangsa Indonesia serta sebagai kontribusi kita, sebagai rakyat, kepada pemerintah dalam membantu tercaainya pertumbuhan bangsa yang telah ditargetkan.

Adhitya Cahya Nugraha.